Sabtu, 24 Januari 2009

Islam untuk umat akhir zaman bukan umat sekarang(novel religi bag.2).

Matahari nampak mulai lelah, setelah seharian membantu menerangi manusia dalam mencari rizki-Nya yang ditaburkan dimuka bumi ini. Ia mulai menapaki jalan menuju peraduan sehingga terlihat mega merah di ufuk barat. Langit yang sejak siang cerah kini berubah kelabu dengan warna jingga meyelimuti kapas-kapas raksasa yang tergantung pada cakrawala. Burung-burung terlihat mulai kembali ke sarang dengan rasa syukur atas nikmat yang telah di anugerahkan.

Aku yang semenjak siang sibuk mencari data-data untuk karya tulis merasa terhibur dengan keanggunan alam sore ini. Lelah yang menggelayuti seluruh tubuh berangsur-angsur pulih walau tak terobati seluruhnya. Maka tidak mengherankan jika banyak para seniman baik penulis dalam bentuk fiksi maupun syair puisi, fotografer, pelukis, dan pencipta lagu banyak yang mengabadikan moment-moment seperti ini.

''Maha besar Allah atas segala kebesaran-NYA" ucapku sambil berlalu.

Dengan segala sisa-sisa tenaga yang ada pada tubuh ini, aku kembali melangkahkan kaki, menelusuri jalan-jalan yang mulai di hiasi lampu jalanan di setiap sisi-sisinya, temaram senja kini bergumul dengan kedua retina mata yang juga sudah lelah, sehingga jarak pandanganku berkurang dan semakin terbatas.

Jalan Ir.sutami, aku dapati tulisan itu tetap berdiri tegak dengan besi sebagai penyangga, walaupun catnya sudah mulai mengelupas dan sedikit memudar. Entah siapakah sang insinyur itu, yang jelas diri ini semakin bersemangat dalam melangkahkan kaki, sebab rumahku sudah terlihat walau dari kejauhan.

Senang rasa hati ini melihat pekarangan rumah yang mungil tapi bagai gerbang surga yang elok, setiap sisinya ditumbuhi bunga-bunga dengan warna-warni yang beragam. Tangan lembut ibu memang terampil, hampir setiap hari ia merawatnya. Bahkan terkadang diri ini merasa iri atas perhatian ibu yang sedemikian rupa itu.

"assalamu 'alaikum, bu..." ucapku sambil membuka pintu rumah. Tak berselang lama segera aku menjatuhkan diri diatas kursi kayu peninggalan kakek. Konon menurut cerita ibu, kakek sendiri yang membuat kursi ini. Maklum kehidupan kami sangat sederhana jadi tak ada sofa mewah yang nyaman dan empuk, walaupun demikian kursi ini asli dari kayu jati sehingga kekuatannya melebihi si pembuatnya.

"bu...ibu...kok salamnya gak di jawab sich..?''tanyaku heran karena gak biasanya ibu diam dan tidak menjawab salam. Tubuh ini berusaha bangkit dari tempat duduk walaupun rasa lelah belum juga hilang. Lalu ku telusuri setiap sudut ruangan dalam rumah yang sebenarnya tidak lah luas. '' dikamar, ibu gak ada, di dapur ibu gak ada, di kamar mandi ibu juga gak ada, kemana yach ibu kok jam segini gak ada di rumah ?''ucapku bingung sambil terus memperhatikan setiap arah takut ada yang terlewati. Sepertinya ibu memang tidak ada dirumah tambahku dalam hati. Penasaran dan bingung berbaur menjadi satu, '' lebih baik keluar rumah untuk menanyakan ibu di rumah tetangga mungkin ada yang tahu, syukur-syukur kalo ibu ada '', tambah ku sambil lalu.

''assalamu 'alaikum.... ''sebelumnya kedua tanganku sudah meraih daun pintu dan mengetuk rumah tetangga yang berada bersebelahan dengan rumah ku .

"wa'alaikum salam, siapa yach..?"Sahut tuan rumah dari balik pintu.
Sedetik kemudian suara kaki terdengar melangkah menuju kearah pintu dan semakin mendekat, lalu pintu pun mulai terbuka. Terlihat wanita paruh baya yang hampir seumur dengan ibu.

Bu Endang namanya, ia tetangga yang sangat bersahaja dan sederhana. Terkadang sering datang kerumah untuk sekedar mengobrol tentang kegemarannya. Bu Endang memiliki kegemaran yang sama dengan ibu, yaitu senang dengan bunga-bunga dan tumbuhan. Alhasil pekarangannya sama dengan rumahku. Bunga dan bermacam-macam tumbuhan menghiasi setiap sudut pekarangannya.

"Ekh..Nak Array ada apa,sudah lama gak pernah main ke sini ?.'' tanya bu Endang dengan senyum yang hangat dan tak terlihat tergangu akan kedatangan ku.

Ekh...iya Sampai lupa sudah jauh begini saya belum kasih tahu pemilik tubuh kecil yang dibilang cengcorang ini. Sekitar pertengahan bulan juli, tepatnya tanggal 24 tujuh belas tahun yang silam, lebih kurang pukul 9 malam, di sebuah rumah bersalin bidan Eti nur namanya, lahirlah seorang anak laki-laki dan merupakan anak pertama dari pasangan suami-istri yaitu Bpk Arif suparman dan Ibu Annisa rahayu. Yang kemudian di beri nama Array . Yang merupakan perpaduan dari ARif dan RAhaYu (diambil huruf yang besarnya saja). Dalam bahasa inggris berarti perhiasan. Mungkin sebagai tanda perhiasan cinta antara ayah dan ibunya. Dah yah informasinya sekian dulu, soalnya kasihan si Array yang lagi sibuk nyari ibunya. Bantuin akh......

''iyah bu jarang main karena sibuk persiapan ujian, maaf saya mau nanya soal ibu. Mungkin bu Endang tahu ?''ucapku merasa malu dan bingung karena memang aku sudah jarang main.

"Iya sih tadi sore ibunya nak Array kelihatan pergi, dan sepertinya tergesa-gesa sekali, cuma ibu gak sempat nanya ,jadi ibu gak tau. Memangnya sampai sekarang belum pulang ?''.

'' iya bu, sampai sekarang belum pulang. Klo begitu saya permisi pulang, mari bu.. ''. Tak tahu apa yang harus ku lakukan lagi, perasaan bingung kini berubah menjadi khawatir dan tidak bisa ku sembunyikan dari wajah ini. Mungkin bu Endang tahu apa yang ada dalam otak ku, karena tak berselang lama bu Endang berkata '' mudah-mudahan... gak terjadi apa-apa sama bu Rahayu ''.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar